Kamis, 17 Januari 2013



Ayahku, Adalah Ayah Terbaik Sedunia

Aku tak pernah melupakan kejadian ini, hari itu bulan Mei 2007, aku baru saja lulus Sekolah Menengah Atas. Selepas Sholat Subhu, aku dan ayahku berangkat dari rumah berniat ke kota untuk mendaftarkan saya masuk perguruan tinggi. Untuk sampai di tempat pendaftaran harus ditempuh dengan waktu kurang lebih 3 jam. Dengan mengendarai motor pespa tua milik ayahku, kami berangkat melawan dinginnya udara subhu, sangat dingin karena letak kampungku berada di daerah pegunungan Sulawesi Selatan, dinginnya menusuk hingga ke tulang. Sebenarnya motor pespa itu sudah tak mampu lagi menempuh jarak jauh, tapi itulah kendaraan satu satunya yang dmiliki keluargaku.
Pukul 08.30 saya tiba ditempat pendaftaran, segera memasukkan berkas dan membaca beberapa pengumuman yang di tempel panitia seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB). Setelah selesai, saya pulang. Agar lekas sampai di rumah, ayahku pun  memilih lewat jalan tol, baru beberapa menit masuk ruas tol, motor pespa ayahku tiba-tiba mogok, padahal di jalan tol tak ada rumah satu pun apalagi bengkel. Ayahku mencoba memperbaiki dengan sedikit ilmu tentang mesin yang dimilikinya, tapi motornya tetap tidak mau menyala. Akhirnya ayah memutuskan untuk berjalan kaki. Ayahku mendorong motornya dengan sisa sisa tenaga yang dimiliki, aku pun berjalan dibelakang, mengamatinya dengan penuh linangan air mata, nafas ini tersengal-sengal melihat perjuangannya mengantarku menuju masa depan yang lebih baik. Entah berapa kilometer yang telah kami jalani, hingga kami bertemu dengan seseorang yang baik hati, yang bersedia memberi tumpangan kepada kami sampai ke bengkel.
Beberapa hari kemudian, ayahku jatuh sakit. Beliau kelelahan, mengantarku ke sana kemari untuk mendaftar di perguruan tinggi. Pada saat itu pula ku tau, bahwa beliau membatalkan keberangkatannya ke Inggris beberapa minggu lalu, untuk mengantar rombongan pramuka mengikuti kegiatan kepramukaan di inggris, ayahku adalah seorang Pembina pramuka. Ke Inggris adalah salah satu mimpinya, karena kapan lagi bisa kesana, perjalanan kesana sepenuhnya ditanggung pemerintah, kalo biaya pribadi, sungguh kami tak mampu. Tapi mimpinya itu dibuang jauh jauh demi membangun mimpi baru untuk anaknya, demi mengantarku kepada pendidikan yang lebih baik. Itulah orang tua, apapun dilakukan demi kebaikan anak-anaknya. 5 Tahun lalu aku berjanji pada diriku sendiri, aku akan berlajar baik baik dan akan sukses secepat mungkin. Alhamdulillah Tahun 2010 saya menyelesaikan pendidikan Diploma III dengan IPK Terbaik dan akhirnya menyandang Gelar Sebagai Ahli gizi. Sekarang sementara menyelesakan pendidikan Strata 1, dan Alhamdulillah dengan biaya sendiri. “Kelak Jika Aku sudah Sukses, Aku Sendiri yang akan mengantarmu ke Inggris Ayah…., itu Janjiku”

Demikian Ceritaku,
Dan Ayahku, Adalah Ayah Terbaik Sedunia